Senin, 29 Desember 2014

Teknologi Pelacakan Pesawat Masih Belum Memadai

      Kasus hilangnya pesawat yang sering terjadi saat ini, seperti AirAsia QZ8501 yang menimbulkan pertanyaan dari berbagai pihak, termasuk kelompok penasihat perjalanan udara.
Salah satu anggota Otoritas Penerbangan Federal AS, Flyersright.org heran dengan hilangnya pesawat yang membawa 162 orang itu, Sebab satelit dan webcame bisa memantau terakhir posisi pesawat.
Untuk itu, kelompok itu menuntut otoritas penerbangan global bisa menjelaskan kenapa fenomena ini bisa terjadi.

"Ini tidak mungkin, pesawat raib di zaman orang bisa melacak telepon dan mobil dalam beberapa kaki," kata Paul Hudson, Presiden Flyersright.org dilansir Reuters, 30 Des 2014.

Kelompok itu, merupakan salah satu anggota komiter penasihat peraturan Otoritas Penerbangan Federal AS. Kelompok yang dipimpin oleh Hudson ini mengeluhkan penerapan standar, biaya, dan rekomendasi implementasi sistem pengendalilan trafik lalu lintas udara global antara penerbangan, pemerintah, dan regulator.

Hudson mengeluhkan, jika hal ini tidak bisa diselesaikan, monitoring pesawat dapat mengalamai kegagalan dalam satu dekade ke depan. Kelompok ini menuntut regulator bisa menyediakan pelacakan pesawat yang lebih baik dari saat ini.

Sementara itu, lambatnya sistem pelacakan juga dikeluhkan Kevin Mitchell, Pendiri sekaligus Ketua Business Travel Coalition, sebuah kelompok penasihat departemen perjalanan perusahaan. Mitchell mengatakan,"lambatnya pelacakan pesawat kemungkinan berdampak 'efek chilling' bagi wisatawan". "Untuk itu, kami mendesak regulator, agar membuat pelacakan dengan kemampuan yang lebih tinggi," tambah dia.

Kritik lain juga dilontarkan oleh Charles Leocha, ketua Travelers United, kelompok penaseihat perjalanan yang lain. Ia menyoroti, mengingat industri terlihat tidak komitmen, diperkirakan standar pelacakan yang cepat atas pesawat mungkin baru tersedia dalam 'satu dekade lagi'. Industri, tudingnya, enggan mengeluarkan biaya dan lambat menerapkan standar tersebut.

Hilangnya pesawat AirAsia itu juga telah mendorong lembaga PBB, Organisasi Penerbangan Sipil Internasional mendirikan gugus tugas International Air Transport Association (IATA).

Pada bulan ini, gugus tugas ini memberi tenggat 12 bulan untuk pemasangan sistem pelacakan pesawat yang lebih baik. Namun, dikarenakan terjadi insiden AirAsia QZ8501 membuat gugus tugas itu memveto tenggat waktu itu dan meminta solusi yang lebih cepat.

"Jelas, ada sesuatu yang terjadi saat pesawat hilang dari radar dan mereka tak dapat memastikan lokasi terakhir pesawat", ujar Don Thoma, Kepala Eksekutif Aireon, unit  Iridium Communications, perusahaan yang mengembangkan sistem pelacakan berbasis satelit.
Seperti yang diketahui, AirAsia QZ8501 hilang kontak pada Minggu 28 Desember pagi dalam perjalanan ke Singapura. Hingga saat ini tanda-tanda ditemukannya pesawat tersebut masih belum ada. Berbagai pihak turut bergerak untuk mencari pesawat rute Surabaya-Singapura.

Isu pelacakan pesawat yang real time dan lebih baik makin mendesak pada tahun ini, setelah hilangnya Malaysia Airlines MH370 pada bulan Maret lalu. Pesawat yang membawa 239 penumpang itu hilang dalam perjalanan ke Beijing, setelah lepas landas dari Malaysia. Dugaan saat ini pesawat MH370 jatuh di laut Samudera Hindia dan sampai saat ini belum ditemukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Batman Begins - Help Select