Kasus hilangnya pesawat yang sering terjadi saat ini, seperti AirAsia QZ8501 yang menimbulkan pertanyaan dari berbagai pihak, termasuk
kelompok penasihat perjalanan udara.
Salah satu anggota Otoritas
Penerbangan Federal AS, Flyersright.org heran dengan hilangnya pesawat
yang membawa 162 orang itu, Sebab satelit dan webcame bisa
memantau terakhir posisi pesawat.
Untuk itu, kelompok itu menuntut
otoritas penerbangan global bisa menjelaskan kenapa fenomena ini bisa
terjadi.
"Ini tidak mungkin, pesawat raib di zaman orang bisa melacak
telepon dan mobil dalam beberapa kaki," kata Paul Hudson, Presiden
Flyersright.org dilansir Reuters, 30 Des 2014.
Kelompok itu, merupakan salah satu anggota komiter penasihat peraturan Otoritas Penerbangan Federal AS. Kelompok
yang dipimpin oleh Hudson ini mengeluhkan penerapan standar, biaya, dan
rekomendasi implementasi sistem pengendalilan trafik lalu lintas udara
global antara penerbangan, pemerintah, dan regulator.
Hudson
mengeluhkan, jika hal ini tidak bisa diselesaikan, monitoring pesawat dapat mengalamai kegagalan dalam satu dekade ke depan. Kelompok ini
menuntut regulator bisa menyediakan pelacakan pesawat yang lebih baik
dari saat ini.
Sementara itu, lambatnya sistem pelacakan juga
dikeluhkan Kevin Mitchell, Pendiri sekaligus Ketua Business Travel Coalition,
sebuah kelompok penasihat departemen perjalanan perusahaan. Mitchell
mengatakan,"lambatnya pelacakan pesawat kemungkinan berdampak 'efek chilling' bagi wisatawan". "Untuk itu, kami mendesak regulator, agar membuat pelacakan dengan kemampuan yang lebih tinggi," tambah dia.
Kritik
lain juga dilontarkan oleh Charles Leocha, ketua Travelers United, kelompok
penaseihat perjalanan yang lain. Ia menyoroti, mengingat industri
terlihat tidak komitmen, diperkirakan standar pelacakan yang cepat atas
pesawat mungkin baru tersedia dalam 'satu dekade lagi'. Industri,
tudingnya, enggan mengeluarkan biaya dan lambat menerapkan standar
tersebut.
Hilangnya pesawat AirAsia itu juga telah mendorong
lembaga PBB, Organisasi Penerbangan Sipil Internasional mendirikan gugus
tugas International Air Transport Association (IATA).
Pada
bulan ini, gugus tugas ini memberi tenggat 12 bulan untuk pemasangan
sistem pelacakan pesawat yang lebih baik. Namun, dikarenakan terjadi insiden
AirAsia QZ8501 membuat gugus tugas itu memveto tenggat waktu itu dan
meminta solusi yang lebih cepat.
"Jelas, ada sesuatu yang
terjadi saat pesawat hilang dari radar dan mereka tak dapat
memastikan lokasi terakhir pesawat", ujar Don Thoma, Kepala Eksekutif
Aireon, unit Iridium Communications, perusahaan yang mengembangkan
sistem pelacakan berbasis satelit.
Seperti yang diketahui, AirAsia QZ8501 hilang kontak pada Minggu 28 Desember
pagi dalam perjalanan ke Singapura. Hingga saat ini tanda-tanda
ditemukannya pesawat tersebut masih belum ada. Berbagai pihak turut bergerak
untuk mencari pesawat rute Surabaya-Singapura.
Isu pelacakan
pesawat yang real time dan lebih baik makin mendesak pada tahun ini,
setelah hilangnya Malaysia Airlines MH370 pada bulan Maret lalu. Pesawat yang
membawa 239 penumpang itu hilang dalam perjalanan ke Beijing, setelah
lepas landas dari Malaysia. Dugaan saat ini pesawat MH370 jatuh di laut Samudera Hindia
dan sampai saat ini belum ditemukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar